30 Januari 2008

Menyayangi atasan dan bawahan

Hari ini semua dosen2 di kampusku pada pertemuan dengan para pejabat2 di lingkungan kampus.

Btw, setelah berjalan sekian lama dari pertemuan ini dengan suasana di auditorium (semacam aula pertemuan), saya sempat teringat hadits Rasulullah Muhammad SAW, yang menerangkan tentang sempurnanya iman seseorang apabila dia berbuat baik (yaitu menyayangi) atasan, begitu juga bawahan. Mohon maaf kalau saya tidak hafal matan (isi) hadits lengkapnya.

Setelah salah satu pejabat berbicara di podium (mimbar untuk pidato), beberapa orang yang ikut pertemuan sebagai pendengar acap kali mengeluarkan suara2 yang tidak enak didengar telinga, kalau bahasa jawanya "clometan".

Memang susah sekali menghargai atau mendengarkan perkataan orang lain, belum selesai seseorang tersebut menyelesaikan perkataannya, sudah banyak yang motong pembicaraan.
Memang benar, mendengar ini adalah "ilmu wali".

Berkaitan dengan hadits Nabi yang saya ambil hikmahnya, sebagai seorang bawahan, kita ingin agar semua keluhan dan permintaan kita didengarkan, bahkan dipenuhi.
Sedangkan sebagai atasan, kita ingin agar setiap perkataan atau perintah kita ditaati.

Tantangan sebagai bawahan adalah bagaimana kita belajar mentaati pimpinan selama perintah dia tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan berani menegur atau menyampaikan pendapat pada atasan secara langsung, dengan baik, dan tanpa mencela. Bagaimanakah kalau posisi kita sebagai atasan? Apakah siap ditegur atau tidak ditaati perintah kita?

Tantangan sebagai atasan adalah bagaimana kita belajar memahami bawahan, baik itu keperluannya maupun cara berfikirnya. Pernahkah kita berfikir ketika membuat keputusan, apakah ini sudah sesuai dengan kondisi bawahan kita? Ataukah pokoknya perintah saya harus ditaati? Sebagai bawahan, apakah kita siap seandainya apa yang kita inginkan tidak dipenuhi oleh pimpinan?

Siapapun kita, dalam posisi sebagai atasan atau bawahan, bayangkan kalau kita sedang berbicara ada orang yang tiba2 memotong pembicaraan kita... marahkah kita atau sabar?
Kalau pendapat kita tidak didengar atau bahkan dikritik, siapkah kita menerimanya?

Kalau tidak mau dicubit jangan mencubit!

Semua orang adalah pemimpin, minimal adalah sebagai pemimpin buat dirinya sendiri, keluarga, dan lain sebagainya.

Sebagai seorang atasan, marilah kita belajar mendengar suara bawahan, kita gauli mereka dengan baik, supaya kita paham kehendak mereka. Sedangkan sebagai bawahan, mari kita belajar memahami betapa besar tanggung jawab seorang atasan dalam setiap pengambilan keputusan, mari kita bantu supaya bisa menjadi lebih baik. Belum tentu kalau Allah SWT pilih kita sebagai atasan, kita bisa lebih baik dari atasan kita saat ini.

Sesungguhnya hanya kepada Allah SWT saja tempat memohon dan mengadu. Dan hanya Allah SWT sajalah yang mampu memahami kita sebagai hamba-Nya.

1 komentar:

naga-mark mengatakan...

trimakasih infonya...
sangat menarik dan bermanfaat...
mantap...